SYDNEY – Penerima beasiswa dari Kementrian Agama RI atau yang disebut dengan beasiswa MORA 5000 Doktor-LPDP di Australia secara serentak mendatangi perwakilan Pemerintah Republik Indonesia yang berada di seluruh negara bagian Australia (Canberra, Sydney, Melbourne, Perth) untuk mengadukan nasibnya. Sudah hampir sembilan bulan penerima beasiswa MORA 5000 Doktor-LPDP yang jumlahnya mencapai 80 orang tidak menerima hak-haknya sebagai penerima beasiswa sebagaimana mestinya.

 “Kami benar-benar dalam kondisi sulit dua tahun terakhir ini, pada tahun 2021 agenda riset kami berantakan karena pandemik yang melanda, untuk itu tahun ini  kami terpaksa harus kuliah dengan cara part-time, kuliah sambal bekerja, karena pemerintah belum mentransfer biaya hidup, sementara biaya hidup dan akomodasi di Australia melangit karena krisis global”, demikian dikatakan Imam Malik Riduan perwakilan penerima beasiswa yang menghadap Konjen Sydney kemarin jam 15 waktu setempat.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Agama sebagai pemberi beasiswa belum menstransfer komponen-komponen beasiswa seperti tunjangan hidup bulanan, uang SPP (Tuitition fee). Selain itu juga Kementrian Agama belum mentransfer komponen beasiswa lainnya seperti bantuan biaya untuk melakukan riset, biaya keikutsertaan konferensi, biaya tunjangan keluarga dan tunjangan pembelian buku.

Mahasiswa penerima beasiswa Mora 5000 Doktor ini sebelumnya telah berusaha melakukan komunikasi yang baik dengan pihak pengelola dalam hal ini Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama (Diktis) yang kemudian direspon oleh Diktis dengan mengirimkan surat penjelasan kepada pihak kampus bahwa keterlambatan pembayaran SPP kepada universitas di Australia terjadi karena perubahan menejemen pengelola beasiswa. Kusuma Dewi, Penerima Beasiswa asal Yogyakarta yang saat ini belajar di Western Sydney University menunjukkan sebuah dokumen yang ditandatangani secara elektronik oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Ali Ramdhani. Menurut  Uma dokumen tersebut menjelaskan bahwa pengelola beasiswa akan segera membayar tuition fee “no later than 31 October 2022”.

Tujuan aksi mendatangi perwakilan pemerintah adalah untuk meminta Duta Besar Indonesia menyampaikan pesan mahasiswa kepada Menteri Agama H. Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Aksi ini dilakukan karena mereka merasa keterlambatan proses pencairan sudah tidak wajar, sementara komunikasi dengan para pihak sudah dilakukan puluhan kali, termasuk dengan Kementerian Agama dan LPDP. Roko Patria selaku “Lurah” Australia mengatakan telah memulai komunikasi sejak Maret 2022 dengan mengirimkan surat permintaan klarifikasi mengenai kelanjutan beasiswa kepada Direktur Diktis, komunikasi terus berlanjut, bahkan telah melakukan zoom meeting dengan Kementerian Agama dan LPDP beberapa kali. “Namun demikian progress pencairan belum kunjung ada kabar menggembirakan, bahkan untuk tunjangan biaya hidup sama sekali belum ada transfer,” demikian kata Roko.

Imam Malik menjelaskan, selain di KJRI Sidney dan Melbourne, aksi serupa juga dilakukan di Kedutaan Indonesia di Canberra pada tanggal13/10/2022, Darwin tanggal 22/10/2022, dan KJRI Perth 25 Oktober 2022. Menurut  Malik, aksi ini ditujukan kepada pemerintah Republik Indonesia dalam skala yang lebih luas, bukan hanya untuk pengelola program saat ini saja, karena persoalan beasiswa terlambat telah terjadi sebelumnya dan tidak kunjung ada perbaikan yang berarti.

Malik kepada Konjen RI di Sydney Malik mengatakan“Birokrasi kita ini bermasalah, niat mendongkrak SDM dengan member beasiswa ini sangat mulia, akan tetapi tanpa dibarengi dengan tata Kelola yang baik serta pengelola yang cakap, selain menelantarkan anak bangsa juga mempermalukan tanah air”.

Sejauh ini, menurut Malik, setidaknya ada tiga lembaga Diaspora Indonesia di Australia yang melakukan penggalangan dana untuk memberikan santunan kepada penerima beasiswa yang terdampak buruknya tata kelola beasiswa ini. “Kami sama sekali tidak mengajukan santunan itu karena kami menjaga nama baik pemerintah kita, inisiatif itu datang dari diaspora” demikian dikatakan Malik.

Aksi serentah penerima beasiswa ini menuntut kepada Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Agama dan Kementrian Keuangan untuk segera membayar komitmen-komitmennya dan memperpanjang masa studi selama setidaknya satu semester sebagai kompensasi setelah satu tahun kuliah part-time.(hp)

Keterangan foto: Pertemuan mahasiswa kesan Konjen RI di Sydney (nama Konjen: Vedi Kurnia Buana)

Sharing is caring

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *